Alt/Text Gambar

08 Januari 2019

08 Januari 2019

Kokohnya Dakwah dengan Kekuasaan

Para perindu kemenangan dakwah, mari sejenak kita lihat salah satu bagian sirah yang tidak bisa kita abaikan, hubungan antara dakwah dan kekuasaan.

Selama 13 tahun Rasulullah berdakwah di Makah, tidak banyak kemajuan yang dicapai. Tetapi 10 tahun pada periode Madinah, dakwah berkembang pesat hingga mencapai kemenangan. Diantara penyebab utamanya adalah adanya kekuasaan yang menopang dakwah Islam di Madinah.

Para nabi terdahulu yang memiliki banyak pengikut, rata-rata mereka adalah juga pemegang kekuasaan, seperti nabi Daud, Sulaiman dan Yusuf. Begitu banyak nabi yang berdakwah hanya dengan seruan, kemudian hanya mendapat segelintir pengikut dan diacuhkan kaumnya, kecuali nabi Yunus. Begitu pula banyak penguasa yang beriman, dengan kekuasaannya itu agama Allah menjadi tegak seperti Dzulqarnain.

Demikian pula dakwah Islam di Nusantara, selama delapan abad jalan di tempat, hampir tidak ada penduduk pribumi yang memeluk Islam. Kemudian dalam waktu sekitar lima puluh tahun mengislamkan hampir seluruh Jawa, bahkan Islam menyebar ke berbagai wilayah di nusantara. Salah satu faktor utamanya adalah kemampuan Walisongo memainkan peran di pusat kekuasaan waktu itu dan adanya kekuasaan yang menopang dakwah, yaitu Demak.

Begitu pula berbagai agama lain, ideologi, gerakan dan aliran, seperti Komunisme dan Fasisme, mereka kebanyakan berkembang pesat dan meraih kejayaan ketika mendapatkan kekuasaan yang menopangnya.

Dari hal yang kecil, misalnya seorang ulama ketika mengumpulkan sedekah untuk membangun madrasah mendapatkan tidak seberapa. Tapi ketika seorang ulama menjadi Bupati, ia dengan mudah mengucurkan dana milyaran untuk madrasah.

Di kancah perpolitikan negeri ini, dulu Masyumi berada di atas NU, dan NU sering dengan mudah termarjinalkan. tapi begitu NU mendapatkan peran kekuasaan, ia bisa menduduki posisi mainstream mengungguli ormas-ormas yang lain.

Kalau diibaratkan bunga, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jauh lebih besar daripada bunga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Tetapi karena ada kekuasaan yang menopang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, gerakannya tidak menjadi layu begitu saja, tetapi berwujud menjadi buah yang lebih besar.

Allah memerintahkan dalam Surat Al Qashas: 77 agar tidak melupakan bagian kita di dunia. Mengejar dunia itu boleh, tetapi meraih dunia untuk menopang akhirat tentunya lebih mulia. Bekerja mencari penghidupan untuk diri dan keluarga adalah sesuatu yang mulia. Sedang meraih kekuasaan, bisa menjadi sarana mengokohkan dakwah beserta mewujudkan nilai-nilai kebaikannya yang kita yakini untuk umat manusia, keduanya saling mendukung.

Jika ada sebagian saudara kita yang berupaya meraih kekuasaan, tidak seluruhnya hanya berorientasi pada ambisi duniawi semata. Banyak yang ingin menjadikan kekuasaan itu untuk menopang tegaknya dakwah. Tidak kalah mulianya dengan berdakwah dengan cara-cara lain seperti mengajarkan ilmu, mengajak shalat atau menyantuni fakir miskin. Bahkan bisa dikatakan, berdakwah melalui jalur kekuasaan itu seperti membangun grosirnya dakwah. Kalau menyeru secara individu hanya seperti menjual secara eceran.

Tapi, medan kekuasaan itu seperti medan perang yang penuh resiko. Dari kemenangannya memang akan didapat pencapaian yang besar. Sebaliknya, dari kekalahannya, bisa didapati kehancuran yang besar pula. Kita perlu mensupport mereka yang berjuang melalui jalur kekuasaan, tetapi mereka juga harus menempatkan diri secara apik dalam kerangka kepentingan keumatan yang besar.

Muhamad Fauzi

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates | ReDesign by PKS Kab.Semarang