Para perindu kemenangan dakwah, mari sejenak kita lihat salah satu bagian sirah yang tidak bisa kita abaikan, hubungan antara dakwah dan kekuasaan.
Selama 13 tahun Rasulullah berdakwah di Makah, tidak banyak
kemajuan yang dicapai. Tetapi 10 tahun pada periode Madinah, dakwah berkembang
pesat hingga mencapai kemenangan. Diantara penyebab utamanya adalah adanya
kekuasaan yang menopang dakwah Islam di Madinah.
Para nabi terdahulu yang memiliki banyak pengikut, rata-rata
mereka adalah juga pemegang kekuasaan, seperti nabi Daud, Sulaiman dan Yusuf.
Begitu banyak nabi yang berdakwah hanya dengan seruan, kemudian hanya mendapat
segelintir pengikut dan diacuhkan kaumnya, kecuali nabi Yunus. Begitu pula
banyak penguasa yang beriman, dengan kekuasaannya itu agama Allah menjadi tegak
seperti Dzulqarnain.
Demikian pula dakwah Islam di Nusantara, selama delapan abad
jalan di tempat, hampir tidak ada penduduk pribumi yang memeluk Islam. Kemudian
dalam waktu sekitar lima puluh tahun mengislamkan hampir seluruh Jawa, bahkan
Islam menyebar ke berbagai wilayah di nusantara. Salah satu faktor utamanya
adalah kemampuan Walisongo memainkan peran di pusat kekuasaan waktu itu dan
adanya kekuasaan yang menopang dakwah, yaitu Demak.
Begitu pula berbagai agama lain, ideologi, gerakan dan
aliran, seperti Komunisme dan Fasisme, mereka kebanyakan berkembang pesat dan
meraih kejayaan ketika mendapatkan kekuasaan yang menopangnya.
Dari hal yang kecil, misalnya seorang ulama ketika
mengumpulkan sedekah untuk membangun madrasah mendapatkan tidak seberapa. Tapi
ketika seorang ulama menjadi Bupati, ia dengan mudah mengucurkan dana milyaran
untuk madrasah.
Di kancah perpolitikan negeri ini, dulu Masyumi berada di
atas NU, dan NU sering dengan mudah termarjinalkan. tapi begitu NU mendapatkan
peran kekuasaan, ia bisa menduduki posisi mainstream mengungguli ormas-ormas
yang lain.
Kalau diibaratkan bunga, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jauh
lebih besar daripada bunga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Tetapi karena ada
kekuasaan yang menopang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, gerakannya
tidak menjadi layu begitu saja, tetapi berwujud menjadi buah yang lebih besar.
Allah memerintahkan dalam Surat Al Qashas: 77 agar tidak
melupakan bagian kita di dunia. Mengejar dunia itu boleh, tetapi meraih dunia
untuk menopang akhirat tentunya lebih mulia. Bekerja mencari penghidupan untuk
diri dan keluarga adalah sesuatu yang mulia. Sedang meraih kekuasaan, bisa
menjadi sarana mengokohkan dakwah beserta mewujudkan nilai-nilai kebaikannya
yang kita yakini untuk umat manusia, keduanya saling mendukung.
Jika ada sebagian saudara kita yang berupaya meraih
kekuasaan, tidak seluruhnya hanya berorientasi pada ambisi duniawi semata.
Banyak yang ingin menjadikan kekuasaan itu untuk menopang tegaknya dakwah.
Tidak kalah mulianya dengan berdakwah dengan cara-cara lain seperti mengajarkan
ilmu, mengajak shalat atau menyantuni fakir miskin. Bahkan bisa dikatakan,
berdakwah melalui jalur kekuasaan itu seperti membangun grosirnya dakwah. Kalau
menyeru secara individu hanya seperti menjual secara eceran.
Tapi, medan kekuasaan itu seperti medan perang yang penuh
resiko. Dari kemenangannya memang akan didapat pencapaian yang besar.
Sebaliknya, dari kekalahannya, bisa didapati kehancuran yang besar pula. Kita
perlu mensupport mereka yang berjuang melalui jalur kekuasaan, tetapi mereka
juga harus menempatkan diri secara apik dalam kerangka kepentingan keumatan
yang besar.
Muhamad Fauzi
Muhamad Fauzi
0 komentar:
Posting Komentar