Kisah berikut saya dapatkan dari Facebook Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia. Sebuah
contoh kecil, tapi seharusnya bisa lebih jauh lagi menggugah kesadaran
dalam kita sebagai seorang muslim, kepekaan kita, dan mengevaluasi
kekurangan kita dalam mengamalkan agama ini.
***
***
Jerman adalah sebuah negara industri terkemuka. Di negara seperti ini, banyak orang yang mengira warganya hidup berfoya-foya.
Ketika
saya tiba di Hamburg, saya bersama rekan-rekan masuk ke restoran. Kami
melihat banyak meja kosong. Ada satu meja di mana sepasang anak muda
sedang makan. Hanya ada dua piring makanan dan dua kaleng minuman di
meja mereka.
Saya
bertanya dalam hati, apakah hidangan yang begitu simple itu dapat
disebut romantis, dan apakah si gadis akan meninggalkan si pemuda kikir
tersebut?
Kemudian
ada lagi beberapa wanita tua di meja lainnya. Ketika makanan
dihidangkan, pelayan membagi makanan tersebut dan mereka menghabiskan
tiap butir makanan yang ada di piring mereka.
Karena
kami lapar, rekan kami pesan lebih banyak makanan. Saat selesai,
tersisa kira-kira sepertiganya yang tidak dapat kami habiskan di meja.
Begitu kami hendak meninggalkan restoran, wanita tua yang dari meja
sebelah berbicara pada kami dalam bahasa Inggris, kami dan teman-teman
paham bahwa mereka tidak senang kami memubazirkan makanan.
Lalu temanku berkata kepada wanita tua itu: "Kami yang bayar kok, bukan urusan kalian berapa banyak makanan yang tersisa."
Wanita-wanita
itu meradang. Salah satunya segera mengeluarkan HP dan menelpon
seseorang. Sebentar kemudian seorang lelaki berseragam Sekuritas Sosial
pun tiba. Setelah mendengar tentang sumber masalah pertengkaran, ia
menerbitkan surat denda Euro 50 (kira-kira 750.000 Rupiah) kepada kami.
Kami semua terrdiam...
Petugas berseragam tersebut berkata dengan suara yang galak: “Pesan
hanya yang sanggup anda makan, uang itu milikmu tapi sumber daya alam
ini milik bersama. Ada banyak orang lain di dunia yang kekurangan.
Kalian tidak punya alasan untuk mensia-siakan sumber daya alam
tersebut.”
Pola
pikir dari masyarakat di negara makmur tersebut membuat kami semua
malu, sungguh kami harus merenungkan hal ini. Kita ini dari negara yang
tidak begitu makmur. Untuk gengsi, kita sering memesan banyak dan sering
berlebihan saat menjamu orang.
Pelajaran ini mengajari kita untuk serius mengubah kebiasaan buruk kita.
“Money is yours but resources belong to the society.”
Jadi kawan-kawan, mari mulai mengurangi pemubaziran karena, “Uang memang milikmu, tapi sumber daya alam itu milik bersama.”
Orang non-muslim maju karena meninggalkan agamanya, mengambil norma Islam. Kaum muslimin mundur karena meninggalkan agamanya.
***
Sering
kita menjumpai buah-buah kebaikan dalam kehidupan, tentang empati,
kepedulian pada sesama dan alam sekitar, tentang kedisiplinan,
keteraturan, etos kerja dan semangat hidup, juga tentang kejujuran,
tanggung jawab dan amanah, justru terdapat pada mereka yang belum
mengenal Islam.
Buah-buah
kebaikan yang semestinya kita sebagai umat Islam lebih dulu
melaksanakannya, antara keyakinan kita akan kesempurnaan Islam,
ketinggian dan kemuliaannya dengan realitas bahwa kita belum mampu
mengaplikasikannya secara sempurna dalam kehidupan.
Dengan Islam, dengan kesadaran akan muraqabah
dan hari pembalasan, semestinya kita lebih dahulu memiliki kesadaran
untuk melakukan hal-hal semacam itu. Kesadaran menjauhi sikap mubazir,
menebar kemanfaatan bagi kehidupan, seperti pada perilaku tidak membuang
sampah sembarangan, memiliki mental hemat energi, menjaga sungai-sungai
di sekitar kita, menjauhi contek-menyontek, atau menghormati hak-hak
orang lain, tetapi realitasnya berbeda.
Antara
kesempurnaan Islam dan ketidaksempurnaan kita, seringkali ritual yang
kita jalani belum membekas ke dalam perilaku kita sehari-hari,
keshalihan kita secara ritual belum berdampak pada kesadaran sosial
kita, semestinya harus membuat kita mau berbenah. Mengapa dengan Islam
perilaku kita yang tidak baik belum terkikis, seperti kita belum menjadi
orang yang jujur, memiliki kepedulian dan kepekaan.
Seharusnya
menjadi harapan, jika Islam kita menjadi sebagaimana Islamnya
Rasulullah dan para sahabat, berubah secara drastis dari kejahiliyahan
menjadi manusia-manusia beradab, menjadi pribadi-pribadi yang
menakjubkan. Islam menjadi keyakinan yang membekas, kekuatan dahsyat
yang menumbuhkan motivasi, menemukan kesadaran baru, memberi corak yang
khas, sehingga benar-benar terwujud menjadi umat terbaik.
Bagi
kita, setidak-tidaknya berupaya menumbuhkan kepahaman tentang agama ini
secara menyeluruh, hal-hal kecilnya yang sepele sampai perkara-perkara
yang besar bagi kehidupan. mengikis sedikit demi sedikit kekurangan yang
dimiliki, memperbaiki secara berangsur-angsur dari aspek-aspek yang
semestinya kita mampu. Agar kita memiliki andil dalam menampilkan Islam
ini dalam wajah yang sebaik-baiknya, mewujudkannya sebagai peradaban
yang menakjubkan, dan Islam menyapa pada dunia dengan kebaikannya yang
elok.
Sehingga
bagi mereka yang belum mengenal Islam, menjumpainya dalam kesan yang
luar biasa, menemukan hikmah dan kebaikannya sebagaimana menemukan
mutiara kebenaran yang hakiki. Agar mereka menerima Islam,
menyempurnakan kebaikan mereka baik aspek hablumminallah maupun aspek hablumminannas, menjadi kebaikan sempurna di dunia dan akhirat.
Muhamad Fauzi
Dakwatuna
1 komentar:
Agama Islam agamaku, makasih buat pencerahannya
Posting Komentar