Manajamen Gerakan Dakwah Dimasa Krisis, Belajar dari Perang Khandaq, buku yang ditulis oleh Drg. Sukhri Wahid dan terbit pertama kali pada bulan Februari 2010 itu menyoroti dengan begitu terang, tentang manajemen gerakan dakwah di masa krisis, yang dalam hal ini belajar dari salah satu perang-perang yang diikuti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Perang Khandaq..
Berbicara mengenai Perang Khandaq, wawasan kita kembali membuka lembaran sejarah di masa silam, dimana, kala itu pasukan koalisi/sekutu Yahudi dan Quraisy dapat mengumpulkan pasukannya sejumlah 10.000 pasukan. Jumlah ini tak hanya fantastis secara kuantitas untuk perang pada masa itu, dan memang jumlah itulah jumlah maksimal yang bisa dikerahkan oleh pasukan Ahzab (sekutu). Sedangkan, dari kaum muslimin yang berada di Madinah, hanya terkumpul 700 pasukan yang siap dan mampu untuk berperang. Kita bisa melihat perbandingannya, 1:14. Yang artinya, satu orang kaum muslimin minimal harus mengalahkan 14 orang musuh, agar bisa memenangkan pertempuran ini..
Selain jumlah yang telah kalah telak, masih ada lagi kondisi yang tidak menguntungkan lainnya. Yaitu musim yang teramat dingin, gagal panen dan kurma dan krisis pangan, bencana kelaparan serta rangkaian perang-perang sebelumnya yang begitu melalahkan. Dan ini masih belumlah cukup, masih ditambah lagi dengan hasutan musuh agar kaum Yahudi dari suku Bani Quraizhah yang saat itu tinggal di wilayah Madinah, dan memiliki perjanjian damai dengan Negara Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam..
Situasi benar-benar kritis, waktu yang tersedia tidaklah banyak, dan kabar dari intelijen Rasulullah, kurang lebih hanya satu minggu yang tersisa sebelum musuh benar-benar masuk dan menyerah Madinah serta akan meluluhlantakkannya tanpa sisa. Ditimbang dari segi manapun juga, pasukan Kaum Muslimin begitu kalah dari berbagai hal. Mulai dari persediaan makanan, kelengkapan persenjataan, dan juga jumlah pasukan..
Namun ternyata, inilah cara Allah untuk menguji dan memilah, mana-mana yang benar-benar beriman, dan mana saja yang munafik. Ujian itu tidak tanggung-tangung Allah berikan, kita akan sampai pada titik yang terlemah, baru kemudian Allah memberikan kabar gembira, berupa kemenangan yang gemilang. Bukankah kita juga ingat ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan perintah untuk menyembelihn anaknya, Ismail, mulai dari mimpinya, diskusi dengan Ismail sendiri, hingga ia meletakkan pisaunya di atas leher Ismail, sampai pada titik itulah, kemudian Allah menggantikan tubuh Ismail dengan tubuh seekor kambing. Subhanallah..
Demikian pula pada Perang Khandaq kali ini. Dengan semua kekurangan yang ada pada kaum Muslimin, diadakanlah musyawarah tingkat tinggi. Rasulullah memang senantiasa menghidupkan musyawarah dalam setiap aktivitas, apalagi yang sifatnya menjaga kepentingan negara dan juga agama semacam ini..
Dari musyawarah tingkat tinggi inilah, muncul gagasan brilian dari Salman al Farisi, Sahabat Anshar keturunan Persia. Beliau mengemukakan tentang metode berperang yang sama sekali belum dikenali oleh orang Arab pada umumnya, terutama orang Quraisy. Dalam forum musyawarah tingkat tinggi tersebut, Salman berkata begini, “Ya Rasulullah, saya memiliki pengalaman, sebagaimana bangsa kami (Persia) jika menghadapi jumlah musuh yang banyak dan kami tidak sanggup untuk melawannya, maka kami membuat parit atau selokan. Parit tersebut dapat menjadi penghalang antara kami dan para musuh”. Mendengar pendapat ini, Rasulullah berkata kepada Salman, “Ahsanta, pendapatmu sangat baik”. Maka, usulan dari Salman al Farisi ini diterima dan menjadi metode utama dalam menghadapi musuh..
Namun lagi-lagi tak cukup sampai di sini. Usulan tersebut memang brilian dan cukup bisa memberikan jalan keluar. Tapi, bukan berarti pekerjaan berhenti sampai di sini. Bahkan, bisa dikatakan, hal tersebut adalah menambah pekerjaan berat bagi para sahabat yang jumlahnya hanya sebanyak 700 orang tersebut. Bayangkan saja, dengan kondisi kekurangan bahan makanan, untuk mewujudkan proyek pembuatan parit yang dikomandani langsung oleh Salman al Farisi tersebut, kaum muslimin harus membuat parit di depan pintu memasuki Negara Madinah sepanjang 5544 meter; lebarnya 4,6 meter; dengan kedalaman 3,2 meter. Pertimbangannya adalah ketika lebar parit kurang dari 4 meter, dikhawatirkan kuda-kuda perang musuh bisa lompat melewatinya. Sedangkan kedalaman 3,2 meter tersebut dimaksudkan ketika kuda telah terperosok ke dalam, tidak akan mampu untuk naik ke atas lagi..
Proyek sedemikian berat tersebut harus selesai tepat waktu, dan siswa waktu yang tersedia tak lebih dari satu pekan, karena musuh akan segera tiba di Madinah. Ada kisah-kisah inspiratif dalam proses pengerjaan mega proyek parit Madinah ini. Yakni Rasulullah sebagai pemimpin negara dan ummat, tak mau berleha-leha menanti pekerjaan para sahabat selesai, namun juga ikut serta. Sahabat bekerja, Rasulullah pun juga bekerja; sahabat merasa kelaparan, Rasulullah juga merasakan lapar yang sama bahkan lebih. Hal ini berdasarkan dari pengajuan Jabir bin Abdullah bahwa ketika para sahabat mengganjal perutnya dengan sebuah batu untuk menahan lapar seperti apa yang diperintahkan oleh Rasulullah, namun ia melihat Rasulullah mengganjal perutnya dengan dua buah batu. Subhanallah..
Kisah menarik lainnya adalah ketika ada kelompok sahabat ketika sedang menggali parit, menemui satu buah batu yang sangat sulit untuk dihancurkan, sehingga menghalangi jalannya penyelesaian pekerjaan. Maka, sahabat melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah, dan beliau pun datang ke lokasi batu yang dimaksud. Rasulullah kemudian mengambil martil, dan mengangkatkan tinggi-tinggi seraya mengucapkan takbir, “Allahu Akbar!”. Dengan ayunan yang keras, maka satu bagian batu menjadi hancur, dan muncul kilatan percikan api akibat kerasnya pukulan beliau tersebut. Kemudian beliau berucap, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Syam telah diberikan kepadaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istananya yang berwarna kemerahan”. Pukulan kedua, menghancurkan satu bagian batu yang lain, dan menimbulkan kilatan percikan api yang serupa dengan sebelumnya, kemudian beliau berucap, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Persia telah diberikan kepadaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istana kota berwarna putih”. Dan kemudian pukulan yang ketiga hingga mampu menghancurkan batu penghalang, kemudian beliau berucap, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Yaman telah diberikan pula kepadaku. Demi Allah kini aku tengah melihat pintu-pintu kota Shan’a dari tempatku ini”..
Allahu Akbar.. Suntikan semangat itu diberikan oleh Rasulullah ketika para sahabat dalam kondisi yang teramat sulit. Beberapa sahabat yang mendengar janji Rasulullah tersebut merasa tercengah dan kaget, tapi juga gembira. Dan semua yang diucapkan oleh Rasulullah tersebut pada akhirnya terbukti ketika masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin. Masya Allah, Allahu Akbar..
Dan pada akhirnya. Waktu perang pun tiba. Pasukan Ahzab merasa terheran-heran dengan kenyataan yang ditemuinya. Pintu masuk satu-satunya memasuki Negara Madinah kini telah dikelilingi oleh parit selebar 4,6 meter dengan kedalaman 3,2 meter, sehingga menjadikan mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Ketika ada pasukan Ahzab hendak mendekati parit, pasukan kaum muslimin segera melancarkan aksi panah memanahnya, sehingga pasukan Ahzab pun kembali mundur. Yang hanya bisa mereka lakukan adalah dengan berdiam di sekitar pintu masuk kota Madinah sembari memikirkan cara-cara alternatif untuk masuk menyerah ke dalam kota Madinah..
Namun, beginilah cara Allah memenangkan kaum muslimin. Perang itu tak sampai kontak fisik secara langsung. Dan Allah mengirimkan hawa dingin, dan angin topan untuk memporak-porandakan kemah serta bahan makanan para pasukan Ahzab setelah mereka bertahan selama 25 hari, bukan waktu yang sebentar. Tak ada lagi yang tersisa dari persediaan mereka untuk berperang. Bahkan setelah itu, Abu Sufyan berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, demi Tuhan, besok kalian tidak akan melihat lagi kemah-kemah kalian. Bahkan semua kuda dan alas kaki kita telah hilang. Bani Quraizhah telah menghianati kita, dan telah sampai berita penghianatan itu kepada kita. Kini kita diterpa oleh dinginnya malam yang sangat menusuk tulang seperti yang kalian rasakan. Marilah kita tinggalkan tempat ini, karena aku juga akan meninggalkannya”. Dengan demikian, pulanglah pasukan Ahzab tersebut dengan tangan hampa..
Mengenai hal ini, Rasulullah bersabda, “Sekarang mereka tidak akan mendatangi kita lagi, namun kitalah yang akan mendatangi mereka” (HR. Bukhari). Subhanallah, inilah kemenangan yang agung. Dan merupakan titik tolak bahwa perang-perang yang dijalani oleh kaum muslimin tak lagi perang bertahan, tapi tampil ke depan untuk memusnahkan kebatilan dan menggantinya dengan Islam yang lurus. Allahu Akbar..
JOKO SETIAWAN/pkskelapadua.com
Berbicara mengenai Perang Khandaq, wawasan kita kembali membuka lembaran sejarah di masa silam, dimana, kala itu pasukan koalisi/sekutu Yahudi dan Quraisy dapat mengumpulkan pasukannya sejumlah 10.000 pasukan. Jumlah ini tak hanya fantastis secara kuantitas untuk perang pada masa itu, dan memang jumlah itulah jumlah maksimal yang bisa dikerahkan oleh pasukan Ahzab (sekutu). Sedangkan, dari kaum muslimin yang berada di Madinah, hanya terkumpul 700 pasukan yang siap dan mampu untuk berperang. Kita bisa melihat perbandingannya, 1:14. Yang artinya, satu orang kaum muslimin minimal harus mengalahkan 14 orang musuh, agar bisa memenangkan pertempuran ini..
Selain jumlah yang telah kalah telak, masih ada lagi kondisi yang tidak menguntungkan lainnya. Yaitu musim yang teramat dingin, gagal panen dan kurma dan krisis pangan, bencana kelaparan serta rangkaian perang-perang sebelumnya yang begitu melalahkan. Dan ini masih belumlah cukup, masih ditambah lagi dengan hasutan musuh agar kaum Yahudi dari suku Bani Quraizhah yang saat itu tinggal di wilayah Madinah, dan memiliki perjanjian damai dengan Negara Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam..
Situasi benar-benar kritis, waktu yang tersedia tidaklah banyak, dan kabar dari intelijen Rasulullah, kurang lebih hanya satu minggu yang tersisa sebelum musuh benar-benar masuk dan menyerah Madinah serta akan meluluhlantakkannya tanpa sisa. Ditimbang dari segi manapun juga, pasukan Kaum Muslimin begitu kalah dari berbagai hal. Mulai dari persediaan makanan, kelengkapan persenjataan, dan juga jumlah pasukan..
Namun ternyata, inilah cara Allah untuk menguji dan memilah, mana-mana yang benar-benar beriman, dan mana saja yang munafik. Ujian itu tidak tanggung-tangung Allah berikan, kita akan sampai pada titik yang terlemah, baru kemudian Allah memberikan kabar gembira, berupa kemenangan yang gemilang. Bukankah kita juga ingat ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan perintah untuk menyembelihn anaknya, Ismail, mulai dari mimpinya, diskusi dengan Ismail sendiri, hingga ia meletakkan pisaunya di atas leher Ismail, sampai pada titik itulah, kemudian Allah menggantikan tubuh Ismail dengan tubuh seekor kambing. Subhanallah..
Demikian pula pada Perang Khandaq kali ini. Dengan semua kekurangan yang ada pada kaum Muslimin, diadakanlah musyawarah tingkat tinggi. Rasulullah memang senantiasa menghidupkan musyawarah dalam setiap aktivitas, apalagi yang sifatnya menjaga kepentingan negara dan juga agama semacam ini..
Dari musyawarah tingkat tinggi inilah, muncul gagasan brilian dari Salman al Farisi, Sahabat Anshar keturunan Persia. Beliau mengemukakan tentang metode berperang yang sama sekali belum dikenali oleh orang Arab pada umumnya, terutama orang Quraisy. Dalam forum musyawarah tingkat tinggi tersebut, Salman berkata begini, “Ya Rasulullah, saya memiliki pengalaman, sebagaimana bangsa kami (Persia) jika menghadapi jumlah musuh yang banyak dan kami tidak sanggup untuk melawannya, maka kami membuat parit atau selokan. Parit tersebut dapat menjadi penghalang antara kami dan para musuh”. Mendengar pendapat ini, Rasulullah berkata kepada Salman, “Ahsanta, pendapatmu sangat baik”. Maka, usulan dari Salman al Farisi ini diterima dan menjadi metode utama dalam menghadapi musuh..
Namun lagi-lagi tak cukup sampai di sini. Usulan tersebut memang brilian dan cukup bisa memberikan jalan keluar. Tapi, bukan berarti pekerjaan berhenti sampai di sini. Bahkan, bisa dikatakan, hal tersebut adalah menambah pekerjaan berat bagi para sahabat yang jumlahnya hanya sebanyak 700 orang tersebut. Bayangkan saja, dengan kondisi kekurangan bahan makanan, untuk mewujudkan proyek pembuatan parit yang dikomandani langsung oleh Salman al Farisi tersebut, kaum muslimin harus membuat parit di depan pintu memasuki Negara Madinah sepanjang 5544 meter; lebarnya 4,6 meter; dengan kedalaman 3,2 meter. Pertimbangannya adalah ketika lebar parit kurang dari 4 meter, dikhawatirkan kuda-kuda perang musuh bisa lompat melewatinya. Sedangkan kedalaman 3,2 meter tersebut dimaksudkan ketika kuda telah terperosok ke dalam, tidak akan mampu untuk naik ke atas lagi..
Proyek sedemikian berat tersebut harus selesai tepat waktu, dan siswa waktu yang tersedia tak lebih dari satu pekan, karena musuh akan segera tiba di Madinah. Ada kisah-kisah inspiratif dalam proses pengerjaan mega proyek parit Madinah ini. Yakni Rasulullah sebagai pemimpin negara dan ummat, tak mau berleha-leha menanti pekerjaan para sahabat selesai, namun juga ikut serta. Sahabat bekerja, Rasulullah pun juga bekerja; sahabat merasa kelaparan, Rasulullah juga merasakan lapar yang sama bahkan lebih. Hal ini berdasarkan dari pengajuan Jabir bin Abdullah bahwa ketika para sahabat mengganjal perutnya dengan sebuah batu untuk menahan lapar seperti apa yang diperintahkan oleh Rasulullah, namun ia melihat Rasulullah mengganjal perutnya dengan dua buah batu. Subhanallah..
Kisah menarik lainnya adalah ketika ada kelompok sahabat ketika sedang menggali parit, menemui satu buah batu yang sangat sulit untuk dihancurkan, sehingga menghalangi jalannya penyelesaian pekerjaan. Maka, sahabat melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah, dan beliau pun datang ke lokasi batu yang dimaksud. Rasulullah kemudian mengambil martil, dan mengangkatkan tinggi-tinggi seraya mengucapkan takbir, “Allahu Akbar!”. Dengan ayunan yang keras, maka satu bagian batu menjadi hancur, dan muncul kilatan percikan api akibat kerasnya pukulan beliau tersebut. Kemudian beliau berucap, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Syam telah diberikan kepadaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istananya yang berwarna kemerahan”. Pukulan kedua, menghancurkan satu bagian batu yang lain, dan menimbulkan kilatan percikan api yang serupa dengan sebelumnya, kemudian beliau berucap, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Persia telah diberikan kepadaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istana kota berwarna putih”. Dan kemudian pukulan yang ketiga hingga mampu menghancurkan batu penghalang, kemudian beliau berucap, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Yaman telah diberikan pula kepadaku. Demi Allah kini aku tengah melihat pintu-pintu kota Shan’a dari tempatku ini”..
Allahu Akbar.. Suntikan semangat itu diberikan oleh Rasulullah ketika para sahabat dalam kondisi yang teramat sulit. Beberapa sahabat yang mendengar janji Rasulullah tersebut merasa tercengah dan kaget, tapi juga gembira. Dan semua yang diucapkan oleh Rasulullah tersebut pada akhirnya terbukti ketika masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin. Masya Allah, Allahu Akbar..
Dan pada akhirnya. Waktu perang pun tiba. Pasukan Ahzab merasa terheran-heran dengan kenyataan yang ditemuinya. Pintu masuk satu-satunya memasuki Negara Madinah kini telah dikelilingi oleh parit selebar 4,6 meter dengan kedalaman 3,2 meter, sehingga menjadikan mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Ketika ada pasukan Ahzab hendak mendekati parit, pasukan kaum muslimin segera melancarkan aksi panah memanahnya, sehingga pasukan Ahzab pun kembali mundur. Yang hanya bisa mereka lakukan adalah dengan berdiam di sekitar pintu masuk kota Madinah sembari memikirkan cara-cara alternatif untuk masuk menyerah ke dalam kota Madinah..
Namun, beginilah cara Allah memenangkan kaum muslimin. Perang itu tak sampai kontak fisik secara langsung. Dan Allah mengirimkan hawa dingin, dan angin topan untuk memporak-porandakan kemah serta bahan makanan para pasukan Ahzab setelah mereka bertahan selama 25 hari, bukan waktu yang sebentar. Tak ada lagi yang tersisa dari persediaan mereka untuk berperang. Bahkan setelah itu, Abu Sufyan berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, demi Tuhan, besok kalian tidak akan melihat lagi kemah-kemah kalian. Bahkan semua kuda dan alas kaki kita telah hilang. Bani Quraizhah telah menghianati kita, dan telah sampai berita penghianatan itu kepada kita. Kini kita diterpa oleh dinginnya malam yang sangat menusuk tulang seperti yang kalian rasakan. Marilah kita tinggalkan tempat ini, karena aku juga akan meninggalkannya”. Dengan demikian, pulanglah pasukan Ahzab tersebut dengan tangan hampa..
Mengenai hal ini, Rasulullah bersabda, “Sekarang mereka tidak akan mendatangi kita lagi, namun kitalah yang akan mendatangi mereka” (HR. Bukhari). Subhanallah, inilah kemenangan yang agung. Dan merupakan titik tolak bahwa perang-perang yang dijalani oleh kaum muslimin tak lagi perang bertahan, tapi tampil ke depan untuk memusnahkan kebatilan dan menggantinya dengan Islam yang lurus. Allahu Akbar..
JOKO SETIAWAN/pkskelapadua.com
0 komentar:
Posting Komentar