Ikhwan dan akhwat fillah rahimakumullah..
Sebagai da’i kita harus punya keteguhan sikap dalam menghadapi berbagai cobaan dan tantangan yang ada karena itu adalah sunnatullah dalam perjalanan dakwah. Karakter da’i adalah Atsbatu mauqifan, paling teguh sikapnya. Tidak tergoda, tidak terprovokasi, tidak berhenti apalagi mundur.
Sebagai da’i kita harus punya keteguhan sikap dalam menghadapi berbagai cobaan dan tantangan yang ada karena itu adalah sunnatullah dalam perjalanan dakwah. Karakter da’i adalah Atsbatu mauqifan, paling teguh sikapnya. Tidak tergoda, tidak terprovokasi, tidak berhenti apalagi mundur.
Namun, ikhwan wa akhwat fillah, keteguhan sikap kadang-kadang
menimbulkan eksklusivitas. Kadang-kadang –na’udzubillah- menimbulkan
kesombongan. Kadang-kadang menimbulkan kekakuan dalam komunikasi. Oleh
karena itu, harus diimbangi dengan arhabu shadron, paling berlapang
dada.Teguh sikap, tapi paling berlapang dada. Berlapang
dada terhadap kritikan. Berlapang dada, bahkan terhadap aneka ragam cemoohan. Aneka ragam fitnah, kita berlapang dada. Bahkan kita jadikan semua itu bahan-bahan untuk instropeksi, untuk mawas diri, untuk memperbaiki.Kita sebagai pribadi dan kita sebagai jama’ah, kita perbaiki semua. Jadi insyaAllah semua itu kita terima dalam konteks bahan-bahan untuk instropeksi, untuk memperbaiki diri.
dada terhadap kritikan. Berlapang dada, bahkan terhadap aneka ragam cemoohan. Aneka ragam fitnah, kita berlapang dada. Bahkan kita jadikan semua itu bahan-bahan untuk instropeksi, untuk mawas diri, untuk memperbaiki.Kita sebagai pribadi dan kita sebagai jama’ah, kita perbaiki semua. Jadi insyaAllah semua itu kita terima dalam konteks bahan-bahan untuk instropeksi, untuk memperbaiki diri.
Kita berlapang dada. Kita tidak marah, apalagi ngamuk-ngamuk.
Walaupun kalimat amuk itu spesifik melayu, sampai jadi bahasa Inggris.
Artinya itu spesifik karakter melayu, melakukan sesuatu tanpa
perhitungan, gelap mata. Tapi insyaAllah dengan manhaj kita, kita sudah
melepaskan diri sikap-sikap amuk melayu itu. Nggak ada pada kita. Nggak
ada sikap-sikap amuk itu. Kita dengan tenang menghadapi cemoohan,
menghadapi caci maki. Menghadapi ancaman-ancaman, kita tenang aja.
Karena kita arhabu shadron. Sehingga komunikasi kita dengan orang,
termasuk dengan yang mencaci-maki pun tidak patah arang. Setiap saat
kita tetap bisa menyambung silaturrahim. Setiap saat kemungkinan
ta’awun. Setiap saat terbuka kerjasama. Nggak ada kita mutung-mutungan.
Nggak ada.
Ini sikap dari kader kita harus begitu. Atsbatu mauqifan, tetapi
arhabu shadron. Paling teguh sikapnya, tapi luar biasa lapang dadanya.
Dan ini karunia Allah swt.
Ikhwan dan akhwat fillah rahimakumullah..
Rasulullah saw. qudwah kita, yang sudah berarti ujiannya jauh lebih besar dari ujian kepada kita. Disebutkan asaddu bala’an itu al anbiya’, yang paling berat ujiannya itu para nabi. Rasulullah saw. ketika datang ujian, di saat-saat fatrah makkiyah, beberapa tahun sebelum hijrah, dua tahun – tiga tahun sebelum hijrah, istri beliau Khadijah ra. meninggal dunia. Padahal dengan wibawanya sebagai bangsawan Quraish, denang hartanya sebagai aghniya’ Quraish, itu mem-back up dakwah Rasulullah saw.
Rasulullah saw. qudwah kita, yang sudah berarti ujiannya jauh lebih besar dari ujian kepada kita. Disebutkan asaddu bala’an itu al anbiya’, yang paling berat ujiannya itu para nabi. Rasulullah saw. ketika datang ujian, di saat-saat fatrah makkiyah, beberapa tahun sebelum hijrah, dua tahun – tiga tahun sebelum hijrah, istri beliau Khadijah ra. meninggal dunia. Padahal dengan wibawanya sebagai bangsawan Quraish, denang hartanya sebagai aghniya’ Quraish, itu mem-back up dakwah Rasulullah saw.
Abu Thalib –pamannya- yang mem-back up melindungi keponakannya juga
meninggal dunia dalam waktu yang tidak berjauhan. Di saat itu intimidasi
Quraish meningkat, ancaman-ancaman meningkat, karena dua pelindung
besar ba’da Allah sudah tidak ada. Sudah tentu sebagai manusia,
Rasulullah merasakan himpitan itu, tekanan itu, intimidasi itu semakin
terasa. Tapi kemudian Allah menurunkan dua surat (Adh-Dhuha & Al
Insyirah), menghibur Rasulullah saw.
Kata Allah swt. dalam surat Ad Dhuha, “Waddhuha, wallaili idza
saja..” Allah bersumpah terhadap waktu dhuha dan waktu malam. Kata
Allah, “Maa wadda’aka Rabbuka wa maa qola..” Tidak sekali-kali Allah
meninggalkanmu dan tidak juga marah kepadamu.
Ini kita sebagai waratsatul anbiya’ wal mursalin, ketika ada
himpitan-himpitan, kembali kepada waddhuha itu. Allah memang dari waktu
ke waktu menguji kita, selagi kita istiqomah ala thoriqid da’wah,
insyaAllah, Allah tidak meninggalkan kita. Maa wadda’aka wa maa qola,
dan tidak juga marah.
Itu Allah lagi menggembleng kita. Yang kadang-kadang supaya hasil
gemblengannya hakiki, instrukturnya itu memang lawan bener gitu. Jadi
bukan artifisial, bukan. Bukan dibuat-buat. Memang orang yang berniat
jahat banget sama kita yang jadi instruktur. Agar hasilnya hakiki.
Tembakannya bener-bener diarahkan. Supaya hasilnya hakiki, dalam
pelatihan itu. Itu sunnatullah begitu.
Kalau dalam latihan yang dibuat, yang artifisial, hasilnya tidak
hakiki. Jadi sekali lagi, ingat kepada waddhuha wallaili idza saja. Kata
Allah, maa wadda’aka Rabbuka wa maa qola. Bahkan Allah membangunkan
optimisme kita, walal akhiratu khairu laka minal ula. Masa depan kalian
lebih baik dari masa lalu kalian. Yakini itu.
Untuk menyongsong masa depan yang lebih baik, baik dunia atau akhirat
kita, ya kita perlu digembleng. Walal akhiratu khairu laka minal ula.
Dan, wala saufa yu’thika, Allah akan selalu memberi dan memberi,
memfasilitasi dan memfasilitasi, jika kita tetap berjalan dalam thariqul
istiqomah. Wala saufa yu’thika Rabbuka fatardho. Dan kamu ridho, puas,
qona’ah, akan perjalanan yang benar ini.
Ikhwan dan akhwat fillah rahimakumullah..
Dalam situasi yang seperti yang saya gambarkan dalam sejarah Rasulullah, kemudian diikuti dengan surat al Insyirah. Alam nasyrah laka shadrok, kata Allah. Bukankah telah kami lapangkan dada kalian. Yang tadi saya katakan arhabu shadron, itu karena Allah melapangkan dada kita.
Dalam situasi yang seperti yang saya gambarkan dalam sejarah Rasulullah, kemudian diikuti dengan surat al Insyirah. Alam nasyrah laka shadrok, kata Allah. Bukankah telah kami lapangkan dada kalian. Yang tadi saya katakan arhabu shadron, itu karena Allah melapangkan dada kita.
Alam nasyrah laka shadrok, wawadho’na ‘anka wizrok. Dan Kami letakkan
beban yang ada di punggung kalian. Alladzi anqodzo dhohrok. Warafa’na
laka dzikrok. Kemuliaan kalian ditingkatkan. Fa inna ma’al ‘usri yusro,
inna ma’al ‘usri yusro, kata Allah dalam menghidupi situasi seperti
ini,. Luar biasa. Allah untuk memberikan kemudahan melalui kesulitan.
Dalam kesulitan itulah terkandung kemudahan. Diingatkan sampai dua kali.
Untuk menemukan kemudahan dalam kesulitan. Untuk menemukan kenikmatan
dalam ancaman. Ya, kita harus terus aktif.
adap waktu dhuha dan waktu malam. Kata Allah, “Maa wadda’aka Rabbuka
wa maa qola..” Tidak sekali-kali Allah meninggalkanmu dan tidak juga
marah kepadamu.
Ini kita sebagai waratsatul anbiya’ wal mursalin, ketika ada himpitan-himpitan, kembali kepada waddhuha itu. Allah memang dari waktu ke waktu menguji kita, selagi kita istiqomah ala thoriqid da’wah, insyaAllah, Allah tidak meninggalkan kita. Maa wadda’aka wa maa qola, dan tidak juga marah.
Ini kita sebagai waratsatul anbiya’ wal mursalin, ketika ada himpitan-himpitan, kembali kepada waddhuha itu. Allah memang dari waktu ke waktu menguji kita, selagi kita istiqomah ala thoriqid da’wah, insyaAllah, Allah tidak meninggalkan kita. Maa wadda’aka wa maa qola, dan tidak juga marah.
Itu Allah lagi menggembleng kita. Yang kadang-kadang supaya hasil
gemblengannya hakiki, instrukturnya itu memang lawan bener gitu. Jadi
bukan artifisial, bukan. Bukan dibuat-buat. Memang orang yang berniat
jahat banget sama kita yang jadi instruktur. Agar hasilnya hakiki.
Tembakannya bener-bener diarahkan. Supaya hasilnya hakiki, dalam
pelatihan itu. Itu sunnatullah begitu .
0 komentar:
Posting Komentar