pks.id |
DPP PKS
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginginkan ASEAN segera
menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat membahas permasalahan
kekerasan dan penderitaan etnis Rohingya di Myanmar. "Kami harap Pak
Jokowi bisa mengambil inisiatif, melakukan hotline kepada seluruh
kepala negara di ASEAN untuk mengajak segera digelar KTT Darurat ASEAN. Jika
perlu Indonesia bisa bertindak sebagai tuan rumah," kata Presiden PKS
Mohamad Sohibul Iman dalam rilis, Sabtu (9/9).
Menurut dia, masyarakat dunia hampir hilang kesabaran menunggu aksi nyata dari
peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi terkait etnis Rohingya. Hal tersebut,
lanjutnya, mengingat pernyataan Suu Kyi belum lama ini tidak secara jelas
menyinggung keselamatan bagi warga Rohingya.
"Hingga hari ini kami masih mendapatkan kabar bahwa pembakaran rumah-rumah
warga Rohingya masih berlangsung, korban jiwa juga masih berjatuhan, ini sangat
menyedihkan karena telah berlangsung lebih dari dua pekan dan tidak ada
tindakan nyata dari Pemerintah Myanmar," jelasnya.
Presiden PKS mengapresiasi dan mendukung langkah diplomasi Menteri Luar Negeri
RI Retno Marsudi. Menurut dia, hal itu patut diapresiasi dan didukung. Namun
dia mengingatkan perlunya ada jangka waktu untuk bisa dievaluasi terkait
seberapa jauh tindak kekerasan dapat dihentikan.
Dia berpendapat jika dalam waktu dekat tindak kekerasan masih tetap berlangsung
maka langkah lanjutan yang lebih kuat agar pemerintah Myanmar memahami
konsekuensi sangat berat jika tidak segera menghentikan kekerasan. Sohibul Iman
menjelaskan PKS melalui Crisis Center for Rohingya (CC4R) saat ini secara
intensif terus melakukan kajian dan evaluasi terhadap perkembangan situasi di
Rohingya.
Sebagaimana diwartakan, dalam mengatasi konflik Rohingya, ASEAN terbelenggu
prinsip nonintervensi untuk bertindak lebih jauh dalam mengatasi krisis
kemanusiaan di Myanmar. Prinsip ini mengatakan ASEAN termasuk
anggota-anggotanya tidak boleh melakukan intervensi terhadap masalah internal
yang dihadapi oleh salah satu negara anggota.
Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri mengatakan ASEAN terjebak pada
semangat komunal nonintervensi yang menghambat organisasi regional di wilayah
Asia Tenggara tersebut mendorong perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Prinsip nonintervensi, lanjut dia, tercantum dalam Piagam ASEAN tahun 1967
memberikan pembenaran kepada pada negara anggota ASEAN untuk tidak ikut campur
urusan internal negara masing-masing.
Ada empat prinsip utama ASEAN, yaitu: pertama, penyelesaian masalah dengan cara
damai; kedua, penghindaran penggunaan kekuatan bersenjata; ketiga, prinsip
noninterference; keempat, pembuatan kebijakan secara konsensus. Keempat prinsip
ini kemudian diletakkan secara lebih terstruktur pada Declaration of ASEAN Concord
II (Bali Concord II) pada tahun 2003. Selanjutnya, lewat ASEAN Charter pada
tahun 2008.
ASEAN tidak hanya membantu pengungsi Rohingya dengan bantuan pangan ataupun
logistik, tetapi juga mendorong pemerintah Myanmar untuk melindungi dan
memenuhi hak asasi manusia komunitas Rohingya.
pks.id
0 komentar:
Posting Komentar