Melanjutkan bahasan dalam tulisan sebelumnya mengenai
bandingan amalan 10 hari pertama Dzulhijjah dengan jihad, kita akan melihat
beberapa amalan yang utama di bula tersebut. Sebagaimana diterangkan
sebelumnya bahwa amalan di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah walaupun amalan
yang dilakukan adalah kurang afdhol (alias ‘mafdhul’) tetap bernilai utama
dibanding dengan amalan yang dilakukan di hari-hari lainnya.
1- Memperbanyak Dzikir
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَيَذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ
مَعْلُومَاتٍ
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah
ditentukan” (QS. Al Hajj: 28). ‘Ayyam ma’lumaat’ menurut salah satu
penafsiran adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Pendapat ini adalah pendapat
jumhur (mayoritas) ulama di antaranya Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Al Hasan Al
Bashri, ‘Atho’, Mujahid, ‘Ikrimah, Qotadah dan An Nakho’i, termasuk pula
pendapat Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad (pendapat yang masyhur
dari beliau). Lihat perkataan Ibnu Rajab Al Hambali dalam Lathoif Al
Ma’arif, hal. 462 dan 471.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى
أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ
إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ
بِتَكْبِيرِهِمَا . وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ .
Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari
yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari
tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari
pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir.
Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah. (Dikeluarkan oleh
Bukhari tanpa sanad (mu’allaq), pada Bab “Keutamaan beramal di hari tasyriq”)
Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah
sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu.
Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut
dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.
Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad,
artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib
berjama’ah.
Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan
mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar
pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari
shalat Zhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.
Cara bertakbir adalah dengan ucapan: Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.
2- Menunaikan haji
Amalan yang utama di bulan Dzulhijjah ini adalah haji. Untuk
para wanita, berhaji itu lebih afdhol daripada berjihad. Apalagi jika
hajinya adalah haji mabrur, itu bahkan bisa mengalahkan jihad. Demikian
penjelasan Ibnu Rajab dalam Lathoif Al Ma’arif (hal. 463-464).
Dari ‘Aisyah -ummul Mukminin- radhiyallahu ‘anha, ia
berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ
الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ : لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ
مَبْرُورٌ
“Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan
yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang
paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(HR. Bukhari no. 1520)
3- Disunnahkan puasa awal Dzulhijjah
Yang lebih utama dari sepuluh pertama Dzulhijjah adalah
puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah disesuaikan dengan hilal di negeri
masing-masing tidak mesti sesuai dengan wukuf di Arafah (sebagaimana keterangan
dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin). Begitu pula dianjurkan melakukan
puasa sunnah sejak awal Dzulhijjah, yaitu 1 – 9 Dzulhijjah.
Di antara alasan kenapa dianjurkan berpuasa karena amalan
tersebut ada kekhususan di mana Allah melipatgandakan pahalanya, amalan
tersebut hanya untuk Allah dan Dia yang akan membalasnya. Keutamaan tersebut
disebutkan dalam hadits berikut,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ
عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ
وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan
dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali
lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan
puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan
dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku...” (HR. Muslim no. 1151)
Dalam riwayat lain dikatakan,
قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ
إِلاَّ الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِى
“Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan
manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”.” (HR.
Bukhari no. 1904)
Dalil yang mendukung anjuran puasa di 10 hari pertama
Dzulhijjah adalah hadits dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa
istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ
كُلِّ شَهْر.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa
pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa
tiga hari setiap bulannya (hijriyah), …” (HR. Abu Daud no. 2437. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan
hari awal Dzulhijah adalah ‘Abdullah bin ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-. Ulama
lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan
keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat
mayoritas ulama. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 461)
Amalan sholih di awal Dzulhijjah tidak hanya terbatas dengan
amalan di atas. Namun itu tiga amalan penting yang bisa diamalkan. Amalan
lainnya sudah pernah diulas secara singkat.
Wallahu a’lam. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah
untuk beramal sholih.
By: Muhammad Abduh Tuasikal
-Semoga Allah mengampuni dosanya, dosa kedua orang tuanya,
dosa istri dan keluarganya-
@ Sakan 27, Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 1 Dzulhijjah
1433 H
www.rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar