Alt/Text Gambar

25 Desember 2014

25 Desember 2014

Roadmap Dari Uhud

Setiap musim haji seperti ini ratusan ribu umat muslimin Indonesia menunaikan ibadah haji, dan di antara tempat yang selalui diziarahi jamaah haji atau umrah adalah gunung Uhud. Juga di dekatnya, menghadap gunung Uhud ini dengan skala yang jauh lebih kecil adalah yang disebut bukit para pemanah. Di antara dua tempat ini, pernah terjadi peristiwa yang luar biasa – yang bila umat ini bisa belajar dari peristiwa tersebut – umat ini akan bener-bener bisa menjadi umat yang tertinggi dalam segala bidang. Kok bisa ?

Inilah janji Allah dalam Surat Ali Imran ayat 139 : “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

Derajat yang paling tinggi ini tidak datang begitu saja, dia bersyarat – yaitu syarat yang ada di ayat sebelumnya : “(Al Qur'an) ini adalah penjelasan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS 3:138)

Derajat paling tinggi adalah untuk orang yang beriman dan bertakwa – yang keberadaannya bahkan akan mengundang keberkahan suatu negeri (QS 7:96) – tetapi siapa orang-orang ini ? Itulah orang-orang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pelajaran di QS 3 : 138 tersebut.

Di ayat yang sama diungkapkan bahwa bagi seluruh manusia (linnaas) Al-Qur’an itu adalah penjelasan – seluruh manusia bisa membaca dan memahaminya cukup jelas Al-Qur’an itu meskipun dari terjemahannya. Tetapi dia menjadi petunjuk dan pelajaran hanya bagi orang yang bertakwa (lilmuttaqiin). Lantas apa pelajarannya ?

Di antara pelajarannya yang sangat penting bagi umat ini adalah 40 ayat yang diletakkan oleh Allah tepat sesudah janjiNya untuk menjadikan umat ini umat yang paling tinggi derajatnya (QS 3:139). Apa isi 40 ayat tersebut ? Dari QS 3: 140-179 Allah berkisah tentang perang Uhud, perang yang terjadi di antara Gunung Uhud dan bukit para pemanah yang selalu diziarahi oleh hampir seluruh jamaah haji dan umrah tersebut di atas.

Perang ini dipimpin langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan diikuti oleh generasi terbaik yaitu sahabat-sahabat beliau dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar, terjadinya hanya sekitar 1 tahun dari perang sebelumnya – dimana kaum muslimin memperoleh kemenangan yang sangat gemilang – yaitu perang Badar. Tetapi di perang Uhud ini kaum muslimin kalah!  Kok bisa ? Rasul bersama generasi terbaik bisa kalah ? Apakah Allah tidak lagi menolong RasulNya dan generasi terbaik yang mendampinginya ?

Allah tetap menolong RasulNya, bahkan ketika posisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terpojok – dalam moment yang sangat kritis – sahabat yang ada di samping Nabi waktu itu hanya ada  Sa’d bin Abi Waqqas dan Talhah bin ‘Ubaidillah – sementara musuh dengan kekuatan besar sudah sangat dekat dengan pencapaian tujuan mereka yaitu ingin sekali membunuh Nabi, saat itulah Sa’d menyaksikan pertolonganNya secara langsung.

Seperti diriwayatkan dalaam sbuah hadits : “Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada Hari Uhud dengan dua orang – berpakaian putih-putih berjuang keras melindungi beliau – saya tidak pernah melihat keduanya sebelum dan sesudah Uhud”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam versi Sahih Bukhari lainnya disebutkan bahwa dua ‘orang’ tersebut adalah Jibril dan Mikail.

Artinya Allah amat sangat mampu memenangkan kaum muslimin dalam perang tersebut, tetapi Allah ingin menjadikan ini kekalahan yang menjadi pelajaran . Ini diungkapkanNya melalui ayat : “Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang lalim.” (QS 3:140)

Juga Ada tujuan lain dari Allah yang diungkapkan di akhir kisah 40 ayat tersebut : “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.” (QS 3:179)

Jadi kekalahan kaum muslimin di perang Uhud adalah untuk menjadi pelajaran dan untuk membersihkan barisan kaum muslimin dari kaum munafik – wajahnya Islam tetapi hatinya membeci Islam dan kaum Muslimin.

Pelajaran lain dari perang Uhud ini adalah – betapa generasi terbaik-pun bisa lalai dengan perintah Nabi untuk bertahan di posisinya dan tetap mengemban tugasnya – apapun yang terjadi. Apa yang bisa dengan mudah melalaikan generasi terbaik sekalipun ini ? Itulah kenikmatan duniawi berupa ghanimah. (QS 3:152)

Bayangkan sekarang kalau kisah dalam ayat-ayat tersebut tersebut bisa kita jadikan petunjuk dan pelajaran di segala bidang kehidupan kita, maka janji Allah yang akan menjadikan kita paling tinggi derajatnya – insyaAllah akan terpenuhi.

Di bidang politik misalnya, mengapa umat yang mayoritas ini tidak bisa memenangkan ‘peperangan’-nya ? ya karena banyaknya ‘pejuang-pejuang’ yang lalai dan tergoda untuk memburu kenikmatan duniawi sesaat – keburu memburu ghanimah padahal perang belum dimenangkannya.

Betapa banyak tokoh-tokoh umat yang seharusnya bertahan ditempatnya – mengawal umat dengan ‘panah-panah’nya agar tidak dibantai oleh musuh, tetapi mereka justru ramai-ramai turun meningalkan posisi yang seharusnya untuk ikutan berburu ghanimah.

Di bidang aktivitas sosial dan ekonomi-pun kurang lebih demikian. Betapa banyak project-project keumatan yang cemerlang, kemudian redup atau bahkan terpecah justru setelah mencapai keberhasilan di awalnya. Ini adalah ciri-ciri kemenangan ‘perang Badar’ tetapi kemudian gagal mengambil pelajaran di ‘perang Uhud’ karena dilalaikan oleh kenikmatan duniawi sesaat.

Padahal seandainya toh kita berhasil melalui tahap ‘perang Uhud’ ini (3H), jalan menuju kemenangan yang sempurna juga masih panjang. Masih ada ‘Bani Nadhir’ dan kaum munafik yang harus dibersihkan dari lingkungan perjuangan kita (4 H), masih ada perang dingin atau perang urat syaraf “Al Ahzab” yang harus kita menangkan (5 H), masih perlu sakinah untuk kemenangan diplomasi seperti di Hudaibiyah (6 H), masih perlu menaklukkan ‘Khaibar’ (7 H), kemudian menaklukkan ‘Mekkah’ yang segera harus diikuti pula untuk bisa lolos dari ujian ‘Hunain’ ketika kita menjadi besar (8 H), dan kemudian ovensif merintis kepemimpinan dunia dengan proaktif membungkam kekuatan musuh di perbatasan mereka sendiri seperti di Tabuk (9 H). Baru setelah itulah Allah sempurnakan nikmat itu seperti pada Haji Wada’ (10 H).

Dari rangkain pelajaran tersebut kita seharusnya bisa memetakan sampai dimana perjalanan perjuangan di bidang kita masing-masing saat ini. Apakah kita sudah melalui ‘perang Badar’  yang kita menangkan ?, apakah kita sudah melalui ‘kekalahan perang Uhud’ dan kita bisa mengambil pelajaran darinya ? maka hanya dengan itulah insyaAllah kita akan memahami roadmap yang jelas untuk menuju kemenangan yang sempurna itu – dalam bentuk ditinggikanNya derajat umat ini dalam segala bidang kehidupannya. InsyaAllah. (geraidinar.com)

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates | ReDesign by PKS Kab.Semarang